“Iya, ma. Tapi, aku takut ntar telat lagi.”, jawabku bingung.
“Sarapan sebentar. Masih juga jam segini, masa telat. Sudah makan dulu
sana, biar nanti mama suruh pak amir anter kamu kesekolah biar gak telat.”, ujar
mama.
Aku pun menuruti permintaan mama. Aku pun sarapan. Dan tak henti-hentinya aku
memandangi jam dinding yang berada diruang makan. Selesai
sarapan aku dengan cepat mengambil tasn, berpamitan dengan maman. Kemudian, aku
memanggil pak amir, supirku. Dan langsung meluncur ke sekolah.
“Vanny pergi ya ma. Assalamu’alaikum.”Pamitku kepada mama.
“Wa’alaikumsalam. Hati-hati ya sayang.”, jawab mama dari dalam rumah.
Tidak lama kemudian, mobilku mogok ditengah jalan. Aku terkejut dan kesal. Aku
yakin hari ini pasti terlambat lagi.
“lho, pak kenapa berhenti ?”Tanyaku bingung
“Iya, non. Maaf,sepertinya mobilnya mogok.”, jawab pak Amir
“Mogok ? Aduh, bagaimana ini.”, ujarku terkejut dan kecewa
Tanpa berpikir panjang aku keluar dari mobil, dan langsung menyetop taksi
yang lewat. Aku tidak memikirkan pak Amir dengan mobilnya yang mogok itu.
Sesampai disekolah, dugaanku benar, ternyata hari ini aku telat lagi.
Perasaanku mulai tidak enak. Dan benar dibelakangku ada Michel yaitu teman satu
sekolahnya. Inilah yang menyebabkan aku takut sekali terlambat kesekolah.
Karena, aku paling males bertemu dengan Michel. aku tidak suka melihat Michel
karena Michel itu menyebalkan menurutku. Setelah sebal melihat Michel yang
berada tidak jauh dibelakangku, aku langsung pergi dan berjalan begitu cepat.
Kemudian, Michel memanggilku.
“Hey, kau. Kenapa setiap kali aku terlambat, kau selalu ada?”, Tanya Michel
dengan nada yang menyebalkan.
Tapi, aku hanya diam saja. Michel pun berbicara lagi.
“Jangan bilang kau ini terlambat hanya ingin melihatku.”Tanya Michel dengan
pedenya.
“Apa kau bilang? Kau ini bermimpi ya. Tidak mungkin aku terlambat hanya
ingin melihatmu. Hey, kau pikir kau ini siapa?!”, jawabku dengan kesal.
“Sudahlah, akui saja. Kau tidak perlu malu, semua para gadis yang ada
disini semuanya seperti itu.”, kata Michel dengan pedenya lagi.
“Hey, dengar ya. Tidak semua gadis yang ada disini seperti itu. Kau tau
melihatmu saja aku sudah ingin muntah.”, kataku sangat kesal.
“Yasudahlah, tidak ada gunanya berbicara denganmu. Membuang waktuku saja.”,
kata Michel dengan santai.
“Apa kau bilang ? Dasar menyebalkan.”, gumamku dalam hati.
Setelah bebas dari hukuman, aku langsung berjalan dengan cepat menuju
kelas. Didalam kelas, aku sangat kesal mengingat kejadian pada saat telat tadi.
“Menyebalkan..menyebalkan..menyebalkan.”, gumamku dalam hati.
“Kau ini kenapa ?”, Tanya Siska
penasaran.
Aku terkejut mendengar pertanyaan dari Siska yang tiba-tiba menghampiriku.
“Ti..tidak. Aku tidak apa-apa.”, jawabku.
“Sudahlah kau jangan bohong pada kami. Sebenernya kau ini kenapa ?”, tanya Siska
lagi.
“Sepertinya kau tadi terlambat bersama Michel lagi ya ?”, sambung Sakira.
“Iya, menyebalkan.”jawabku dengan nada kesal.
“Dia mengganggumu lagi? Sebaiknya tidak usah dihiraukan. Dia itu sedikit
gila.”, ujar Sakira. Pernyataan Sakira menenangkanku dan aku tak memikirkan
kekesalanku kembali.
“teeettt...teeettt...”, bunyi bel istirahat membuatku senang dan langsung
menuju kantin. Setelah sampai dikantin, aku langsung memesan makanan agar dapat
meja untuk makan.. Melihat Michel, selera makanku jadi hilang. Dan aku berhenti
makan karena aku malas melihat Michel yang berada dikantin. Dan kebetulan posisi
duduknya itu berdekatan denganku.
“Huh..dia lagi.”, kataku dengan nada pelan.
Aku mulai was-was karena ia menghampirinku.
“Kau lagi rupanya. Kau tidak bosan mengikuti ku terus?”, cetus Michel
dengan pedenya.
Aku yang terkejut mendengar pertanyaan Michel. Langsung ku jawab dengan
sedikit agak kesal.
“Yang mengikutimu siapa? Kau ini benar-benar bodoh ya. Kau tidak lihat aku
yang terlebih dahulu berada disini?”, jawabku.
“Itu bukan urusanku. Yang ku tahu kau selalu ada dimana pun aku
berada.”kata Michel dengan menaikkan alis matanya sebelah.
Pada saat aku ingin berbicara, Michel memotong pembicaraan dan ngoceh lagi .
“Kau..”, kata Michel.
“Ah, sudahlah. Lebih baik aku pergi saja. Berbicara denganmu itu hanya
membuang waktu ku saja”, ujar Michel lalu pergi.
Aku hanya diam. Dan kali ini aku
benar-benar sangat kesal. Sakira langsung menenangkanku. Wajahku sudah seperti
jeruk purut katanya. Sedangkan Siska terlihat begitu sedih melihat Michel
pergi. Siska pun memanggil Michel. Mendengar panggilan Siska, Michel berhenti
dan menoleh kebelakang. Melihat Michel yang menoleh ke belakang, Siska langsung
melambaikan tangannya dan tersenyum malu. Michel membalas senyumnya, tapi hanya
senyum kecil. Hal itu membuat Sakira bengong dan memasang wajah yang bodohnya.
“Aku curiga denganmu,”, kata Sakira kepada Siska.
“Kenapa?”, jawab Siska bingung.
“Sepertinya, kau ini benar-benar sudah gila. Apa kau mau aku temani ke
rumah sakit?” Tanya Sakira.
“Rumah sakit apa?”, Tanya Siska dengan lugunya.
“Rumah sakit jiwa. Kau tahu, aku khawatir melihatmu.”ujar Sakira.
“Heh, kau ini.”, kata Siska kesal.
“Sudahlah, kalian ini bisa tidak kalau tidak membahas Michel.”, cetusku
kesal disela perdebatan mereka berdua.
Siska dan Sakira pun hanya diam. Beberapa menit kemudian bel berbunyi,
menandakan jam istirahat selesai. Kami langsung menuju kelas.
Dan tak lama kemudian, bel berbunyi menandakan waktunya pulang. Kami
langsung pulang menuju ke rumah masing-masing. Pada saat malam, aku
menyelesaikan tugasku tidak sampai larut malam. Aku tidak mau kalau besok
terlambat lagi pergi ke sekolah. Selesai mengerjakan tugas, aku langsung pergi
tidur.
Keesokan harinya. Pada saat adzan subuh
berkumandang, aku terbangun dari tidur.
Mama, mengetuk pintu kamar untuk mengingatkanku sholat subuh.
“Van, jangan lupa sholat ya! Sudah adzan.”suruh mama.
“Iya ma. Vanny sholat.”, jawab Vannyy.
Selesai sholat aku segera mandi dan langsung sarapan seperti
biasanya. Kali ini aku benar-benar tidak ingin terlambat lagi. Aku
pun pergi dengan cepat. Sesampai disekolah kutersenyum bahagia. Karena hari ini
aku tidak datang terlambat lagi. Berbeda dengan Michel. Michel hari ini datang
terlambat lagi karena bangunnya kesiangan.
Pada saat aku keluar kelas, tidak
sengaja ku melihat Michel yang dihukum. Michel dihukum dilapangan dan disuruh
membersihkan lapangan. Lapangan sekolah yang kotor penuh sampah dedaunan.
Melihat itu aku tersenyum bahagia. Tak lama Michel sadar, dan langsung menoleh
kearahku. Pada saat Michel menoleh ke arahku, aku langsung meliahat kearah lain
seakan tidak terjadi sesuatu. Michel melihatku dengan tatapan sinis.
Pada jam istirahat, seperti biasa, semua siswa berhamburan ke kantin.
“Bruuk..”
“Heh, kau ini bisa lihat tidak ?”, Tanyaku.
“Sudah, tidak usah banyak bicara. Mau aku bantu.”, jawab Michel dan
mengulurkan tangannya.
aku memberikan tangannku yang mau ditolong oleh Michel. Tetapi, Michel
tidak benar-benar mau membantuku.
“Sepertinya, kau tidak membutuhkan bantuanku.”, kata Michel membuat aku kesal.
“Kau ini benar-benar keterlaluan.
Menyebalkan, kau yang telah menabrak ku. Dan sekarang kau pergi begitu saja.”,
kataku marah.
“Haha… kau ini, terlihat lucu kalau seperti itu. Sudahlah, tidak perlu
marah-marah begitu.”, kata Michel dengan santai.
Lalu kusiramkan minuman yang ada ditanganku itu ke wajah Michel. Lalu akutersenyum
dan kemudian tertawa puas.
“Hahahahaha…”, tawaku puas.
“(tersenyum) ini lebih lucu.”, sambungku lagi dan langsung pergi
meninggalkan Michel.
Pada saat pulang sekolah, aku menunggu pak Amir menjemputku. Michel lewat
di depanku dan aku hanya tersenyum mengingat kejadian tadi. Michel melihatku
sinis karena kesal dengan kejadian tadi.
“Kenapa kau? Kau kira, kau ini terlihat manis kalau tersenyum seperti itu
?”, ledek Michel.
“Bukan urusanmu!”, jawabku.
Mendengar ucapanku, Michel langsung pulang. Dan tidak lama kemudian aku dijemput.
Sesampai dirumah, seperti biasa aku langsung istirahat.Hari pun sudah malam.
Malam ini aku sulit untuk tidur.
Keesokkan harinya, seperti
rutinitas biasa, aku langsung pergi ke sekolah agar tak terlambat.
“Vanny, kau tau. Michel hari ini lebih cepat datangnya daripada kau.”,
Sakira memberitahu.
“Mungkin dia sudah lelah, dengan hukumannya sehari-hari. Sudahlah, itu
bukan urusanku.”, jawabku santai.
“Mungkin, dia tidak tega melihatku sedih.”sambung Siska.
“Melihatmu sedih? Maksudmu, dia tidak tega melihatmu gila.”, jawab Sakira.
“Bukan, kau kan tahu kalau aku selalu sedih melihatnya dihukum.”, tambah Siska.
“Ya sudahlah, terserah kau saja.”, jawab Sakira agak malas.
Bel menandakan pulang pun berbunyi. Aku tidak langsung pulang. Karena aku
mau pergi ke toko buku. Setelah mebeli buku yang ku cari, aku langsung menunggu
pak Amir menjemputku. Tidak sengaja aku melihat ke arah seorang ibu yang mau
tertabrak. aku pun lari dan berteriak.
“Awaaaaass..”teriakku.
aku dan ibu tadi pun terjatuh. Tangan ibu itu terluka karena terserempet
dan ibu itu pun tidak sadarkan diri. Kepalaku berdarah karena terbentur. Tapi, aku
terlihat baik-baik saja. Aku kaget melihat ibu yang tadi ku tolong tidak
sadarkan diri. Aku langsung membawa ibu itu ke rumah sakit. Tapi, aku tidak
bisa menunggu lama karena aku harus pulang. Kemudian, aku pun pulang setelah aku
membayar semua biaya pengobatan.
Kamis pagi ini, aku tidak begitu cepat datang ke sekolah. Karena peristiwa
kemarin yang membuat kepalanku terbentur. Siska dan Sakira terkejut melihat
keningku yang dibalut.
“Kau tidak apa-apa?”, tanya Siska.
“Kenapa keningmu seperti ini?”, tanya Sakira khawatir.
“Hanya kecelakaan kecil. Sudah, aku tidak apa-apa.”jawabku singkat.
Jam istirahat pun tiba. Tiba-tiba Michel bertanya,
“Kenapa dengan kening mu itu?”, Tanya Michel.
“Bukan urusanmu.”jawabku dan langsung pergi.
Setelah beberapa lama hari terlewati. Tibalah hari. Hari ini aku terlambat
kembali dan kulihat ada Michel. Aku langsung
memegangi keningnku dan menghela nafas. Hukuman kali ini adalah menyapu halaman
sekolah. Dengan muka yang lelah aku mulai menyapu. Aku tidak sengaja menoleh
ke arah Michel dan kumelihat Michel tersenyum kepadaku. Aku yang
heran langsung pergi begitu saja.
Bel menandakan istirahat pun berbunyi. Dan hukuman pun selesai. Siska dan Sakira
menghampiriku.
“Kenapa kau terlambat lagi?”, tanya Sakira.
“Tidak tahu, hari ini aneh.”jawabku singkat.
Pada saat aku asyik berbicara dengan sahabatku. Michel lewat dan tersenyum
kepadaku. Aku yang melihatnya bingung dan merasa aneh.
“Hey, yang senyum dengan mu itu siapa?”,tanya Sakira heran.
“Kau tidak lihat, Michel dari tadi senyum padaku.”, cetus Siska.
“Tidak, yang kulihat dari tadi Michel tersenyum kepada Vanny.”, jawab Sakira.
“Ada hubungan apa kau dengan Michel?”, tanya Siska kepadaku.
“Tidak ada, kau ini bicara apa ?”jawabku.
“Mungkin saja dia sudah berubah.”, ujar Sakira.
“Ntahlah, aku tidak tahu.”, kataku dan pergi.
Setelah beberapa jam kemudian. Bel pun bebunyi menandakan waktunya pulang.
Seperti biasa aku menunggu pak Amir menjemputku. Tapi, kali ini pak Amir lama
sekali untuk menjemputku. Beberapa menit kemudian, Michel lewat dengan sepeda
motornya. Michel langsung berhenti/
“Kau belum dijemput? Pulang saja denganku. Tenang saja, aku akan
mengantarkanmu sampai rumah.”, kata Michel menawarkan tumpangan kepadaku.
“Tidak usah.”, jawabku singkat.
“Benar? Kau yakin? Sudah sore begini kau masih mau disini sendiri. Sudah
ayo naik saja.”, Michel mencoba menawarkan lagi.
Aku melihat jam tanganku. Dan ternyata sudah sore sekali. Aku menerima
tawaran dari Michel. Kami pun pulang.
Setiba dirumah.
“Terimakasih”, ucapku kepada Michel.
Michel hanya tersenyum dan berkata “Maaf.”
Mendengar ucapan itu, aku langsung menoleh ke belakang dan tersenyum.
Kemudian, Michel berkata lagi.
“Aku juga ingin mengucapkan terimakasih kepadamu. Terimakasih..”,ucap Michel.
Aku hanya diam dan bingung.
“Aku berterimakasih, karena kau telah menolong ibuku.”, ucap Michel lagi.
“Ibu?”, tanyaku bingung.
Kemudian Michel tersenyum dan pulang. Lalu tiba-tiba ku teringat pada
kejadian kecelakaan itu.
“Jadi…”, gumamku dalam hati.
Pada Hari Senin, aku pagi ini datang cepat. Karena ingin
bertemu dengan Michel. Tidak lama kemudian Michel pun datang.
“Michel.”panggilku.
Michel pun berhenti.
“Kau? ada apa?”, tanya Michel.
“Apa benar itu ibumu?”, tanyaku.
“Kenapa kau bertanya seperti itu.”, tanya Michel lagi.
“Kalau benar itu ibumu. Bagaimana dengan keadaannya sekarang?”, tanyaku khawatir.
“Ibuku baik-baik saja. Kau belum menjawab ucapanku kemarin.”, jawab Michel.
“Apa? Ucapan yang mana?”Tanyaku.
“Maaf. Aku meminta maaf padamu. Kau mau memaafkanku?”, tanya Michel
berharap.
“Haha... ternyata itu. Iya, aku sudah memaafkanmu. Tenang saja.”, jawabku
singkat.
“Alhamdulillah. Terimakasih aku senang sekali mendengarnya.”, ucap Michel.
Lalu kami pun berjalan berdua menuju ke kelas masing-masing.
Pada jam istirahat kami berdua bertemu dikantin.
“Aku boleh duduk disini?”, tanya Michel.
“Eh, kau mengagetkan saja. Iya, duduk saja.”, jawabku.
“Aku ingin bertanya padamu.”, ucap Michel.
“Apa?”, jawabku heran.
“Sekarang kau menganggapku sebagai apa?”, tanya Michel.
“Teman.”, jawaban singkat dariku.
“Kau hanya menganggapku teman?”, tanya Michel lagi
Kemudian, kuulurkan tanganku dan berkata “sahabat”
“Sahabat?”, tanyaku dengan mengulurkan tangan.
Dan Michel pun tersenyum lalu menjabat tanganku.
Dan akhirnya, kami pun bersahabat. Dari situ kami sering ke kantin bareng,
berangkat sekolah bareng. Dan selalu bersahabat selamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar